Budaya positif merupakan sikap, nilai, kepercayaan, dan praktik-praktik yang menciptakan lingkungan yang mendukung dan memotivasi orang untuk berkembang dan berkontribusi secara positif. Sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu wujud konkret mewujudkan budaya positif di sekolah, SMAN 1 Gamping pada Senin (23/10) mengadakan diseminasi budaya positif di sekolah yang dilaksanakan di ruang perpustakaan SMAN 1 Gamping. Kegiatan ini diikuti oleh 12 guru SMAN 1 Gamping yang terdiri dari guru mata pelajaran dan guru BK.
Sambutan Bpk Muhamad Romdoni, M.Pd. (Kepala SMAN 1 Gamping)
Diseminasi budaya positif di sekolah ini dipaparkan oleh Chairun Nisa Zarkasyi, CGP Angkatan 9. Dalam paparannya, terdapat pendapat Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa: “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat self discipline yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka“. Berdasarkan pendapat tersebut, untuk menciptakan murid yang merdeka, dibutuhkan motivasi intrinsik dari siswa dalam melaksanakan kedisiplinan.
Ibu Chairun Nisa Zarkasyi, M.Pd.
Apabila terdapat murid yang tidak disiplin, maka perlu orang lain yang mendisiplinkannya. Seseorang cenderung melakukan perbuatan buruk karena ada kebutuhan dasarnya yang tidak terpenuhi. Terdapat lima kebutuhan dasar manusia, yaitu bertahan hidup, penguasaan, kesenangan, kasih sayang dan rasa diterima, serta kebebasan. Untuk itulah sebagai guru perlu mempertimbangkan kebutuhan dasar murid.
Suasana diseminasi budaya positif
Suasana diseminasi budaya positif
Dalam menghadapi murid, terdapat lima posisi kontrol guru, yaitu penghukum, pemberi rasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer. Sebagai manajer, ketika murid melakukan kesalahan, maka diperlukan restitusi, yaitu proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi akan berhasil apabila didahului dengan keyakinan kelas/ sekolah. Keyakinan kelas/sekolah adalah suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Demikian juga dengan murid-murid kita. Inilah alasan pentingnya membentuk keyakinan kelas/ sekolah sebagai acuan menerapkan restitusi.
Peserta diseminasi budaya posiitif di sekolah
Wijayakusuma … Jaya …